Gagal Mengaji
Aku berpapasan dengan gadis kecil yang lincah itu, setiap selesai  sholat magrib di masjid, di jalan menuju rumah. Terkadang bersama  teman-teman sebayanya, dan terkadang berjalan sendirian. Selalu ada yang  menjadi ciri khasnya bila ia berangkat atau pulang, berjalan setengah  melompat-lompat kecil, seperti kelinci :).
Namun petang itu ia berjalan tertunduk lesu, tak seperti biasanya. Langkah kakinya terseret-seret. Kuhampiri dirinya.
"Assalaamu 'alaikum, kok tumben lesu ..", aku berhenti di depannya. Kubungkukkan tubuhku agar ia mudah menatapku. 
"Wa'alaikum salam ", jawabnya sambil mencium tanganku.
"Udah kelar ngajinya ? tumben cepet selesai ..".
"Nggak ngaji, pak. Gurunya belom pulang", ia menjawab lesu.
"Oo gitu. Emang kamu udah nanya ? Kok nggak ditunggu bu gurunya ?".
Ia menatapku dengan mata berkaca-kaca. Subhanallah ... gagal mengaji hari itu membuat dirinya menjadi sedih.
"Abis temen-temen juga pulang semua. Gak ada yang mau nunggu. Jadi aku ikut pulang ...", ia berkata setengah terisak.
Kuusap kepalanya. 
"Ya udah gak apa-apa. Mungkin bu guru punya urusan penting jadi  terpaksa pergi dan belum kembali. Mudah-mudahan besok bu guru sudah bisa  ngajar ngaji lagi yaa .. ".
Ia mengangguk lemah. 
"Saya pulang ya pak. Assalamu alaikum ..", ia kembali mencium tanganku,  dan berjalan pulang, masih dengan langkah perlahan-lahan  dan wajah  tertunduk.
Petang itu aku mendapat pelajaran berharga dari  seorang anak kecil. Mengaji baginya, adalah sebuah kenikmatan, bukan  keterpaksaan. Ia sangat menikmatinya, dan selalu berharap untuk bisa  terus mengaji. Aku malu kepada diri sendiri, yang masih punya segudang  alasan untuk tidak mengaji. Terima kasih untuk gadis kelinciku ... :).
Sumber : fb dongeng keliling kak sidik